Senin, 06 Juli 2009

Di Makam Raja Ali Haji

Di makam Engku Puteri Raja Hamidah, dua perempuan duduk takzim. Kedua matanya memandang pada nisan tua yang dilapisi kain kuning. Dari dandanannya kedua perempuan itu seperti tidak sedang berziarah. Salah seorang di antaranya mengenakan celana jeans pendek di atas lutut. Kaus ketatnya membentuk dua payudara yang membusung. Dia tepekur, matanya tertutup lalu perlahan air matanya menetes.

Tampaknya perempuan ini sedang memohon sesuatu. Sebab, dari kabar yang saya dengar, di makam Engku Puteri Raja Hamidah, banyak perempuan memohonkan harapan akan jodoh dan perkawinan yang langgeng.

Makam Engku Puteri Raja Hamidah, adalah salah satu makam tua di Pulau Penyengat. Letak pulau ini hanya 10 menit perjalanan naik perahu di Kota Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Ada beberapa makam lain, khususnya anggota kerajaan Riau Lingga.

Tapi khusus Makam Engku Puteri, cukup istimewa. Engku Hamidah adalah permaisuri Sultan Riau III Sultan Mahmud Syah dan juga pemegang regalia (alat-alat pusaka) kerajaan. Bukan hanya itu, di komplek makam ini pula saya bisa menatap makam Raja Ali Haji. Dialah sastrawan kerajaan, yang kini sudah ditabalkan sebagai pahlawan nasional.

Raja Ali Haji wafat pada 1873 di Pulau Penyengat. Makamnya tidak berada di dalam ruangan, sebagaimana halnya Engku Puteri. Maklum, Raja Ali Haji hanyalah sastrawan kerajaan. Tapi, justeru dialah yang namanya dikenal. Karya materpiece-nya "Guridam 12", dipahat di dinding ruangan makam.

Selain "Gurindam 12" Raja Ali Haji juga menulis sejumlah karya, antara lain, "Bustanul Katibin" (Taman Para Penulis), "Kitab Pengetahuan Bahasa", "Syair Sinar Gemala Mestika Alam", dan beberapa yang keberadaannya belum diketahui.

Di luar pagar kompleks pemakaman, masih terdapat puluhan makam lain yang sebagian tidak bernama. Barangkali ini makam para kerabat kerajaan, yang meninggal di kemudian hari. Mereka ditempatkan di pelataran.

Sementara makam Raja Engku Hamidah, berada dalam ruangan, dengan pintu masuk yang tidak terlalu tinggi. Mereka yang akan masuk diminta menanggalkan alas kaki. Sebuah penghormatan pada keluarga kerajaan, sebagaimana halnya makam para raja di Jawa, para wali dan para ulama.

Kepada Raja Ali Haji, layak kita beri salam takzim. Dialah peletak dasar Bahasa Indonesia yang sekarang kita gunakan sebagai bahasa persatuan.

Tidak ada komentar: